Jakarta, blog muda kreatif—Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per 1 April 2012 mendatang batal dilaksanakan, paling kurang enam bulan ke depan. Namun setelah itu, pemerintah bisa menaikkan maupun menurunkan harga BBM dengan syarat tertentu. Keputusan itu diambil setelah anggota DPR melakukan voting.
Voting dilakukan untuk memilih dua opsi dalam rapat paripurna Rancangan APBN Perubahan 2012 yang berlangsung alot hingga dini hari tadi (31/3), di gedung DPR. Fraksi PDIP dan Hanura memilih walk out (keluar sidang) saat voting berlangsung.
Opsi pertama tidak ada perubahan apa pun dalam Pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012, yang isinya tidak memperbolehkan pemerintah menaikkan harga BBM pada tahun ini. Sedangkan opsi kedua, menerima penambahan pasal 7 ayat 6a berisi memperbolehkan pemerintah mengubah harga BBM jika harga minyak mentah (Indonesia crude price/ICP) mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata 15 persen dalam waktu 6 bulan (Selengkapnya lihat grafis).
Dengan hasil voting ini, berarti kenaikan harga BBM subsidi tidak mungkin dilakukan 1 April 2012.
Dalam APBN-P 2012 sebelumnya, disepakati asumsi ICP adalah USD 105 per barel atau naik dari asumsi sebelumnya USD 90 per barel sehingga dengan kondisi harga ICP saat ini tidak memungkinkan dilakukan kenaikan harga BBM. Namun, jika harga minyak dalam enam bulan mencapai USD 120,75 per barel, pemerintah sudah berwenang menaikkan harga BBM.
Insiden sempat mewarnai akhir rapat paripurna penentuan kenaikan harga BBM. Sekitar 20 mahasiswa yang mengikuti jalannya rapat paripurna di gedung DPR harus menerima beberapa pukulan dan dorongan dari para petugas Pamdal yang berjaga di dalam ruang sidang paripurna.
Kericuhan bermula ketika mayoritas anggota DPR memilih opsi untuk tetap menaikkan harga BBM meski tidak dalam waktu dekat. Begitu hasil voting diketahui, seorang mahasiswa sempat berteriak yang menunjukkan kekecewaannya. “Pengkhianat konstitusi,” teriak salah satu mahasiswa yang menggunakan jaket alamamater berwarna kuning di balkon ruang sidang DPR.
Menurut Ketua Fraksi PDIP, Puan Maharani, aksi walk out dilakukan karena fraksinya tidak dihargai dalam rapat paripurna. “Ya, menurut kami bahwa dalam sidang ini, kami tidak dihargai. Fraksi-fraksi yang membahas pasal 7 ayat 6 a itu kan mereka (artinya) menerima kenaikan harga BBM. Kami tdiak sependapat dengan itu. Karena kami menolak dari awal kenaikan BBM,” ujar Puan ketika WO dari ruang rapat paripurna.
Puan mengatakan, ada dua pelanggaran dalam rapat tersebut. Pertama, pelanggaran tata tertib rapat atau sidang. Kedua, pelanggaran terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya terkait UU Migas.
“Bahwa sebenarnya tidak mungkin harga minyak itu dibiarkan kepada pasar. Dan, itu akan membuat rakyat semakin menderita. Ya itu alasannya. Jadi, ini bukan menang atau kalah, ini konsistensi sikap kami untuk menolak BBM. Kami di sini ditonton rakyat Indonesia. Kami menunjukkan bahwa kami konsisten kepada konstituen. Menurut saya, ketua DPR sekaligus pimpinan juga Marzuki Alie melanggar hak kami untuk terkait pelaksanaan voting ini,” cetusnya.
Lobi Alot
Sebelum voting, agenda pengesahan RAPBN Perubahan 2012 ditempuh dengan lobi yang berlarut-larut. Forum lobi yang dibuka mulai pukul 16.30 tersebut, ditempuh setelah fraksi-fraksi koalisi pemerintahan menyampaikan variasi usul yang cukup beragam dalam klausul pasal 7 ayat 6a.
Pasal tersebut memuat klausul persyaratan pemberian kewenangan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Sedangkan tiga fraksi oposisi, yakni FPDIP, Fraksi Gerindra, dan Fraksi Hanura, tegas menolak dimasukkannya tambahan ayat tersebut.
Legislator Fraksi PDIP Maruarar Sirait mengatakan, ayat tambahan tersebut hanya siasat untuk tetap menaikkan harga BBM. “Itu pasal siluman,” kata Maruarar. Menurut dia, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sepanjang Maret telah mencapai USD 126 per barel. Karena itu, dengan deviasi 20 persen sekalipun, pemerintah masih bisa menaikkan harga BBM. Asumsi ICP dalam RAPBNP 2012 ditetapkan USD 105 per barel.
Sebelum forum lobi dibuka, fraksi koalisi pendukung pemerintah masih memiliki banyak varian usul terkait dengan deviasi harga ICP yang menjadi syarat menaikkan harga BBM bersubsidi. Fraksi Partai Demokrat (FPD) masih tetap berpegang pada kesepakatan di Banggar DPR, yakni jika rata-rata ICP dalam sebulan terakhir meleset 5 persen dari asumsi, pemerintah berwenang menyesuaikan harga BBM.
Sementara itu, Fraksi Partai Golkar (FPG) menginginkan persentasenya lebih ketat, yakni 15 persen, dengan pertimbangan rata-rata rentang harga ICP dalam enam bulan terakhir. FPKS meminta rentang lebih ketat lagi, yakni deviasi 20 persen dengan rentang rata-rata harga 3 bulan. Namun, sekitar pukul 23.30, FPKS berubah sikap dengan menolak kenaikan harga BBM. Sedangkan FPPP mengusulkan 10 persen, FPAN 15 persen, dan FPKB 17,5 persen. Ketiganya menggunakan rentang waktu rata-rata ICP dalam sebulan terakhir.
Ambang batas persentase diskresi sangat menentukan boleh tidaknya pemerintah menaikkan harga BBM. Dengan asumsi ICP USD 105 per barel, jika menggunakan versi FPD, pemerintah sudah bisa menaikkan harga BBM. Sebab, harga ICP rata-rata Maret sudah menembus USD 126 per barel dan pada Februari USD 122 per barel. Jika hitungan FPG yang menggunakan rentang rata-rata harga ICP enam bulan, posisi harga minyak mentah baru USD 116 per barel. Dengan diskresi 15 persen, pemerintah belum bisa menaikkan harga BBM.
Alotnya pembahasan di rapat paripurna sudah tecermin dalam rapat pada tingkat pertama di Banggar DPR dengan pemerintah yang dimulai Kamis (29/3) pukul 22.30 dan rampung Jumat (30/3) pukul 05.00. Rapat mulai memanas setelah tim perumus menyampaikan hasil pembahasan yang dibacakan legislator dari FPKS Eki Awal Muharam.
FPKS tiba-tiba memasukkan klausul baru dalam pasal 7 ayat 6a yang memberikan diskresi atau keleluasaan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dengan syarat tertentu. Dalam rapat tim perumus, FPKS masih satu suara dengan FPD, FPG, FPPP, FPAN, dan FPKB.
Dalam kesepakatan sebelumnya, diskresi diberikan jika harga ICP meleset 5 persen jika dibandingkan dengan asumsi dalam APBNP sebesar USD 105 per barel dengan rentang waktu 30 hari terakhir. Namun, FPKS mengubah usulnya menjadi lebih ketat, yakni 20 persen dengan rentang 90 hari.
Sikap FPKS yang dibacakan Eki tersebut langsung diprotes sejumlah anggota fraksi lainnya, terutama dari partai koalisi. Menkeu Agus Martowardojo juga berang dengan sikap fraksi yang menyebut dirinya “partai dakwah” itu. Sebab, FPKS dianggap telah mengubah hasil asli pembahasan dari tim perumus. “Ini menurut saya, secara etika tidak baik,” kata Agus.
Dinilai tidak etis, FPKS balik menyerang Menkeu. Eki meminta Menkeu mencabut pernyataannya. Namun, Menkeu tetap tidak mau menarik perkataannya dan tetap menyebut FPKS tidak memiliki etika. Banggar akhirnya sepakat untuk memurnikan hasil pembahasan di tim perumus dengan tidak mengindahkan perubahan sikap FPKS. Usul FPKS tetap dimasukkan ke opsi, namun dianggap baru disampaikan dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat pertama.
Dalam sidang paripurna kemarin siang, sikap resmi Fraksi Partai Demokrat terkait kenaikan harga BBM disampaikan langsung putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Sekjen DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro. Inilah momentum pertama terdengarnya suara Ibas—begitu dia biasa disapa—di dalam sidang paripurna.
Sekalipun hanya membaca teks yang sudah disediakan, Ibas masih terlihat kaku. Sekeras apa pun tantangan dihadapi, Ibas menegaskan Partai Demokrat senantiasa berpikir jernih dan rasional untuk menyelamatkan ekonomi nasional.
Ibas lantas menegaskan catatan fraksinya. Ketika ada kenaikan harga BBM, rakyat miskin dan rakyat yang berpenghasilan rendah harus dilindungi dan diberikan bantuan. “Ini mutlak dan harga mati. Berupa bantuan langsung sementara, beasiswa miskin, raskin (beras untuk rakyat miskin), dan bantuan transportasi,” katanya. (sof/c10/agm/jpnn)
0 komentar:
Posting Komentar